Sebuah kajian ontologis, bagaimana sebaiknya
manusia berbuat ?
Oleh :
Riyadi Suryana
Anggota
Bea-Mandiri DPU-DT Cab. Yogyakarta angkatan VI
A. PENDAHULUAN
Manusia dihormati akan tutur katanya
yang santun dan proposional, dan manusia di hargai karena cara ia berpenampilan yang membuat
orang menghargainya. Menghormati pada yang lebih berumur serta menghargai pada
yang lebih muda menjadi mobilitas sikap seorang muslim yang sudah lazim untuk
dilakukan. Nampaknya hal seperti ini sudah mulai ditinggalkan manusia masa
kini. Nyaris tak ada aturan yang mengatur bagaimana hubungan antar manusia.
Masing-masing generasi memilih untuk berkomunikasi antar generasi tersebut.
Yang sepuh lebih nyaman berkomunikasi antar sektenya, demikian pula yang muda
lebih nyaman berkomunikasi dengan rekan sebayanya. Dari sini sungguh
mencerminkan kurangnyaa pewarisan bagaimana manusia yang baik itu
berkomunikasi.
Hal lain disamping komunikasi ialah
perilaku seseorang. Lisan dan perbuatan menjadi sebuah kesatuan action yang tak
pernah mampu manusia lewatkan. Jika dalam komunikasi saja sudah terjadi sebuah
pola komunikasi yang kurang baik baik melalui kaca mata norma maupun agama,
terlebih dalam hal perilaku. Bagaimanakah sebenarnya manusia itu saling
berperilaku antar sesama. Baik itu yang lebih berumur dengan sebayanya, yang
muda dengan sebayanya, atau yang lebih berumur dengan yang lebih muda itu dilakukan ? Tentunya jangan sampai
pola komunikasi dan interaksi ini terjadi kurang sesuai dengan yang semestinya
terjadi. Baik itu dilihat dari kaca mata norma yang berlaku di masyarakat
maupun Agama ya g dalam hal ini ialah Islam. Maka penting sekali kajian atas
pola komunikasi dan interaksi yang baik dan proposional itu dilakukan, dan hal
tersebut sejak jauh-jauh masa Islam telah mengaturnya dalam sebuah
satu-kesatuan pola komunnikasi dan interaksi yang sangat proposional, dan pola
tersebut bernama akhlaq.
Pada pembahasan ini tentunya penulis
akan berusaha memunculkan sebuah gagasan guna menjawab pertanyaan, bagaimanakah sebetulnya akhlak bagi seorang
muslim itu ? Meski kajian tentang akhlak itu sudah sangat lama sekali telah
ada, namun sepertinya perlu ada pembahasaan yang lebih variatif guna
menjelaskan terhadap pemahaman yang lebih utuh.
Harapan dari adanya kajian dan
pembahasan tentang akhlak ini diharapkan soorang muslim mampu memberikan
suritauladan yang baiak sebagaimana Rosululloh s.a.w telah mencontohkannya.
Manfaat lain ialah adanya tugas seorang muslim dalam mendakwahkan Islam
menggunakan cara-cara yang baik, yakni melali sebuah akhlaq yang mampu menyentuh hati sanubari manusia lain sehingga merubah
sikapnya dari yang buruk menjadi baik, dari yang belum mengenal Islam menjadi
faham terhadap Islam. Dan semoga semua itu akan bermuarakan pada peningkatan
kualitas keimanan dan ketaqwaan bagi saudara muslim semua dan peneyebaran Islam
terhadap saudara kita di luar perbatasan Iman.
A. PEMBAHASAN
Manusia adalah makhluq Alloh swt. Ada
3 komponen penting yang harus kita perhatikan sebagai manusia ya sebagai
makhluq Alloh swt. Pertama Kholiq, Makhluq dan Akhlak. Kholiq adalah hak
sebagai sang pencipta dari makhluq-Nya. Makhluq adalah wajibnya untuk menyadari
sepenuhnya akan inti dari pada dirinya sendiri, sedangkan Akhlaq adalah
seperangkat aturan main yang diciptakan sang Kholiq untuk makhluq-Nya agar
senantiasa makhluq-Nya tersebut tetap berada pada koridor keselamatan dan
terhindar dari kerusakan.
Tiga pilar tersebut
[Kholiq-Makhluq-Akhlaq] secara ontology menjadi sari pati dari penghayatan yang
wajib bagi Makhluq untuk memahaminya melihat ia hanyalah seorang hamba yang
keberadaannya adalah hak sebagai Makhluq yang diciptakan oleh sang Khaliq dan
memiliki Akhlaq tertentu yang mampu menjaga dirinya dari resiko kerusakan atau
untuk tetap menjaga dirinya untuk berada pada koridor keselamatan. Maka Esennsi
dari Akhlaq seorang makhluq adalah :
1. Iman Pada Sang Khaliq
Kesadaran adalah pilar penting menuju koridor
keimanan. Sepintas memang pemikiran kita mampu menghanyutkan kita pada sikap
apatis, penuh materialistis sehingga berdampak mengaburkan esensi dari
kenyataan hidup yang ada. Bukan kah setiap manusia mengejar apa itu yang
dinamakan dengan kebahagiaan ? Manusia melalui pemikirannya terbawa arus
kebahagiaan yang bersandar pada materi saja, sehingga untuk mencapai
kebahagiaan tersebut manusia sibuk mengejar-ngejar dunia lalai terhadap siapa
yang menciptakan, dunia, menciptakan kebahagiaan, bahkan menciptakan dirinya
sendiri.
Melalui kesadaran yang utuh, memahami
sepenuhnya akan keberadaan dirinya adalah tidak serta merta ada, ibarat sebuah
benda yang tidak muncul dengan sendirinya namun selalu ada yang membuat atau
menciptakannya. Begitu pula manusia yang menempati posisinya pada sebagai
Makhluq, maka manusia wajiblah sadar adanya bahwa ia adalah makhluq, sehebat
apapun, tetap saja manusia adalah makhluq yang pada hakikatnya diciptakan oleh
dzat yang maha menciptakan yakni sang Kholiq [Alloh swt]. Melalui kesadaran
yang utuh seperti inilah istilah yanag salah satunya mampu mempermudah hakikat
dari pada apa itu Iman menjadi lebih
mudah untuk dipahami. Maka Iman adalah pilar penting bagaimana manusia itu
berperan sebagai manusia, atau manusia dalam ber-akhlaq.
2. Sadar Sebagai Makhluq
Sikap memahami terhadap diri sendiri
dengan merasa bahwa dirinya adalah Makhluq yang diciptakan Alloh swt, bahkan
melalui proses penciptaan yang secara sederhana sungguh terbentuk dari sebuah
benda yang rendah yakni sari pati tanah, maka seyoganya sebagai makhluq tidak
pantas untuk merasa sombong terhadap apa yang ada pada diri kita kini.
Sebagai seorang makhluq kita berada
pada keragaman jenis-jenis makhluq yang lain, yang sama-sama Alloh ciptakan,
terlebih kepada makhluq yang sama jenisnya dengan diri kita yakni sesame manusia. Maka pilar
dari Kesadaran Sebagai Makhluq terdapat tiga pilar penting yakni; Hubungan Pada
Alloh swt, Hubungan Pada Sesama Manusia dan Hubungan dengan Makhluq yang lain
seperti yang berada di alam, semisal hewan dan tumbuhan.
Dari tiga pilar di atas, maka
sepatutnya kita sebagai manusia harus mengkaji lebih dalam bagaimana sebaiknya
berhubungan dengan sang pencipta [Alloh swt], Berhubungan baik pada sesama
manusia dan berhubungan baik dengan alam sekitar. Berhubungan baik dengan Sang
Pencipta yakni Alloh swt tentulah dengan kita harus memposisikan diri kita
sepenuhnya menjadi hambanya yang terbaik.
Menjadi hamba yang terbaik memberikan
pemahaman, melaksanakan segala apa-apa yang terbaik bagi kita sesuai kehendak
Alloh, sesuai kebaikan menurut Alloh. Kegiatan melaksanakan segala perintah
sesungguhnya adalah akan kembali pada kita, maka kegiatan tersebut adalah dalam
rangka kebaiakan untuk kita sendiri sebagai manusia, sebab Alloh swt sebagai
sang pencipta sudah tak akan berpengaruh terhadap segala sesuatu yang kita
kerjakan. Alloh swt tidak akan miskin dengan kita tidak mendermakan harta kita,
Alloh swt tidak akan menjadi lemah sedikitpun tatkala kita tidak melaksanakan
perintah sholat dan lain sebagainya. Maka sungguh esensi dari pada berhubungan
baik pada Alloh swt tentu memiliki nilai kebaikan untuk kita kemmbali.
3. Taqwa
Pilar yang ketiga adalah benar adanya
Taqwa. Kesadaran manusia untuk memahami dan mau melaksanakan seperangkat akhlaq
yang telah Alloh ciptakan untuk kita manusia, maka kesadaran untuk melaksanakan
kegiatan tersebut sudahlah mampu mewakili dari pada istilah Taqwa itu sendiri.
Maka pilar yang ketiga ini secara prinsip adalah itu yang dinamakan Taqwa.
Yakin bahwa Alloh sebagai Sang Khaliq
tentu dalam menciptakan makhluqnya juga telah menyiapkan sesuatu hal yang Alloh
ciptakan untuk manusia agar senantiasa selalu berada pada koridor keselamatan
dan kebaikan. Iabarat kita mampu menciptakan sebuah alat komunikasi yang berupa
hand phone, maka kita juga yang mengetahhui bagaimana seharusnya perawatan hand
phone itu dilakukan agar tetap pada keadaan yang baik, norma, bisa digunakan.
Begitu pula manusia yang diciptakan Alloh, maka Alloh juga telah menciptakan
seperangkat aturan main terhadap bagaimana sebaiknya manusia dalam hidup agar
manusia tersebut tetap berada pada koridor keselamata, dan kebaikan. Kesadaran
untuk mau melaksanakan pengetahuan ini dalam berbagai lini yangmemang
disandarkan pada Alloh swt tentu akan bermuarakan pada pencapaian derajat Taqwa.
B. KESIMPULAN
Kesimpulan dari pembahasan bab
bagaimana seharusnya manusia berbuat adalah terdiri dari tiga pilar.
Sepenuhnya manusia itu harus sadar
bahwasannya ia adalah makhluq. Sewajarnya sebagai makhluq maka ia harus
berbakti dan mengikuti segala ketengtuan yang sang pencipta nya buatkan, berikan
dan perintahkan. Kegiatan ini manusia rangkum dalam kesatuan tingkat kesadaran
untuk memahami keesensian hidupnya sebagai seorang makhluq.
Sebagai seorang makhluq yang
diciptakan oleh sang Khaliq, dengan rekanan penciptaan yang lainnya baik yang
sejenisnya mauupun diluar jeniusnya tentu manusia harus memiliki tingkat
kesadaran dengan tiga pola kebaikan hubungan. Yang pertama hubungan baik dengan
sang Khaliq[Alloh swt], hubungan baik antar sesame manusia, dan hubungan baik
dengan alam sekitar.
Pilar ketiga yakni Taqwa, Esensi dari ketaqwaan ini secara
umum mengandung maksud, kedisiplinan kita untuk senantiasa tetap menjaga
kesadaran kita sebagai makhluq Alloh swt yang senantiasa harus tetap berada
pada jalan-Nya dengan melaksanakan segala kebaikan untuk kita bersama melalui
perintah sang Kholiq, dan menghindarkan diri dari segala jurang kebinasaan,
kerendahan, kecelakaan kita yang tertuang dalam segala larangan-Nya.

Tidak ada komentar: